Sejak itu pula, Nuryanto mulai belajar membuat pupuk organik secara mandiri untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia. Petani ini memelihara ternak domba, dengan harapan kotorannya bisa diolah menjadi pupuk.
Kotoran dan urine domba tersebut tidak dibuang begitu saja, melainkan diproses menjadi pupuk organik padat (dari kotoran) dan pupuk organik cair (dari urine).
Baca Juga:
Siswa SMPN 4 Boleng Sulap Sampah Jadi Pupuk Organik
Sedangkan air dari kolam ikan lele digunakan sebagai bahan pembuatan photosynthetic bacteria (PSB) yang dimanfaatkan sebagai nutrisi tanaman.
"Hasil proses limbah tersebut saya manfaatkan untuk pemupukan di sawah (tanaman Padi), sehingga bisa mengurangi dosis pemakaian pupuk kimia dan lebih hemat dan ramah lingkungan," kata Nuryanto menceritakan.
Selain untuk kebutuhan sendiri, Nuryanto juga menjual pupuk organik yang diproduksi, dan bahkan saat ini permintaan semakin banyak.
Baca Juga:
DKPP Kota Madiun Catat Alokasi Pupuk Bersubsidi 2025 Untuk Petani 1.028 Ton
"Rata-rata petani hortikultura di sekitar desa ini membeli pupuk organik dari saya, ini menjadi tambahan penghasilan juga," ujar Nuryanto.
"Saya juga punya cara untuk memastikan stok pangan domba-domba dengan membuat fermentasi dari rumput gajah yang bisa tahan sampai tiga hari. Jadi, saya tidak perlu mengambil rumput setiap hari," tuturnya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]