Strategi kedua adalah melakukan perlindungan untuk mengurangi beban kemiskinan warga. Menurut Reni, saat ini sudah dilakukan yakni dengan memberikan beasiswa mulai dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau Program Indonesia Pintar (PIP) maupun beasiswa dari Pemkot Surabaya.
Juga Bantuan jaminan kesehatan seperti BPJS PBI, bantuan makanan hingga program dandan omah atau rehabilitasi rumah tidak layak huni (rutilahu). Tidak hanya itu, kata dia, yang juga mendesak adalah bantuan masuk sekolah swasta. Bantuan ini belum tersistem.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kulon Progo Salurkan Bantuan Pangan ke 57.642 Keluarga Penerima
"Ada yang tidak mampu membayar sekolah. Ya, tidak terintervensi dari pusat melalui KIP dan PIP. Bahkan belum terbantu juga dari Pemkot Surabaya. Ini saya temukan saat reses," kata Reni.
Strategi terakhir adalah pemberdayaan berupa peningkatan produktivitas pendapatan bagi para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Salah satu yang sudah dilakukan adalah semua Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Surabaya diwajibkan membeli barang kebutuhan sehari-hari di toko kelontong yang dekat dengan rumahnya melalui e-peken. Tidak hanya itu, e-peken saat ini juga terbuka untuk masyarakat umum.
Baca Juga:
Jejak Kemiskinan Sistemik: Konsekuensi dan Strategi Pengentasan
Selain itu, kata Reni, saat ini yang mendesak adalah, lurah, camat, dan Kepala OPD Pemkot Surabaya berinovasi dengan potensi ekonomi di Surabaya yang begitu besar. Keberadaan industri, perdagangan, mal, kafe, waralaba, hingga hotel, wajib menyerap warga gakin usia produktif.
"Pemkot harus menerapkan program ini dengan teken kerja sama. Namun, angkatan kerja dari gakin juga harus dibekali skill yang memadai," kata Reni.[ss]