WahanaNews-Jatim | Pimpinan DPRD Kota Surabaya memaparkan tiga strategi dalam upaya menangani kemiskinan di Kota Pahlawan, Jawa Timur.
"Tiga strategi itu meliputi akurasi data, perlindungan dan pemberdayaan," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti di Surabaya, Senin.
Baca Juga:
Dinas Pertanian Kulon Progo Salurkan Bantuan Pangan ke 57.642 Keluarga Penerima
Pihaknya mendukung penuh akselerasi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk upaya pengentasan kemiskinan. Apalagi dari jumlah keluarga miskin (gakin) 219.427 jiwa, ada 23.530 gakin ekstrem yang mendesak untuk dientaskan.
Hingga Januari 2023 di Surabaya juga terdapat keluarga pra miskin yang mencapai 248.299 jiwa. Jika intervensi program pengentasan gakin tak tepat, keluarga pra miskin ini akan menjadi miskin.
Reni mengatakan sudah banyak langkah intervensi yang dilakukan Pemkot untuk gakin. Namun, lanjut dia, ada yang belum dilakukan yakni bantuan pangan, transportasi, serta pemberdayaan untuk meningkatkan produktivitas pendapatan dengan menggali potensi keluarga miskin.
Baca Juga:
Jejak Kemiskinan Sistemik: Konsekuensi dan Strategi Pengentasan
"Keberadaan puluhan ribu gakin ekstrem itu harus menjadi perhatian bersama. Mereka jangan sampai jatuh makin ekstrem. Pemkot Surabaya pasti sudah menyiapkan program khusus," kata Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Namun Reni meminta agar program Pemkot harus riil dan terukur. Dia mencermati data resmi warga miskin melalui Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya. Dinsos menyebut gakin sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mencapai 1,3 juta jiwa pada Januari 2022.
Hasil akurasi dengan dibantu RT dan RW serta Kader Surabaya Hebat (KSH) pada Oktober 2022, jumlah gakin terkoreksi menjadi 638.616 jiwa. Perubahan data itu dikarenakan ada yang pindah KK, meninggal dunia, pegawai non-ASN masuk di MBR yang dikeluarkan, hingga ada warga yang sudah mampu.
Sedangkan data keluarga miskin per Januari 2023 turun lagi menjadi 219.427 jiwa. Reni memberi catatan, pembaharuan gakin itu harus benar-benar tepat. Kalau pengurangan data kurang presisi, maka nanti fakta kemiskinan yang ada tidak terpotret secara tepat.
Reni yang kerap turun ke masyarakat menyebut bahwa warga miskin ekstrem tidak boleh ditunda untuk diintervensi. Reni menjelaskan yang dimaksud dari miskin ekstrem diantaranya pengeluaran hanya Rp11.000 setiap hari.
Aumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini mendorong Pemkot Surabaya untuk memprioritaskan penanganan untuk keluarga miskin ekstrem ini. Sebab, selain ada 23.530 gakin ekstrem, juga ada keluarga pra miskin di Surabaya.
Tiga strategi
Ada tiga strategi yang dipaparkan Reni dalam penanganan kemiskinan di Surabaya yakni pertama, akurasi data. Hal ini dibutuhkan agar bantuan tepat sasaran. Kemudian organisasi perangkat daerah (OPD) terkait maupun camat dan lurah harus turun ke lapangan.
"Jangan ketika diingatkan atau ada perintah dari wali kota saja kemudian baru bergerak. Setiap saat harus bergerak memastikan kondisi di setiap wilayah," kata Reni.
Layanan pengaduan di setiap wilayah dari kelurahan hingga RW harus ada, sehingga data terus diperbaharui karena data kemiskinan bersifat aktif sehingga setiap laporan RT maupun RW harus selalu ada setiap bulan sekali.
"Yang harus dilakukan itu mencari siapa dan dimana keluarga miskin. Ada gakin yang tidak masuk data, harus segera dilakukan intervensi. Intinya, intervensi dan akurasi data ini yang penting," ujar Reni.
Strategi kedua adalah melakukan perlindungan untuk mengurangi beban kemiskinan warga. Menurut Reni, saat ini sudah dilakukan yakni dengan memberikan beasiswa mulai dari Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau Program Indonesia Pintar (PIP) maupun beasiswa dari Pemkot Surabaya.
Juga Bantuan jaminan kesehatan seperti BPJS PBI, bantuan makanan hingga program dandan omah atau rehabilitasi rumah tidak layak huni (rutilahu). Tidak hanya itu, kata dia, yang juga mendesak adalah bantuan masuk sekolah swasta. Bantuan ini belum tersistem.
"Ada yang tidak mampu membayar sekolah. Ya, tidak terintervensi dari pusat melalui KIP dan PIP. Bahkan belum terbantu juga dari Pemkot Surabaya. Ini saya temukan saat reses," kata Reni.
Strategi terakhir adalah pemberdayaan berupa peningkatan produktivitas pendapatan bagi para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Salah satu yang sudah dilakukan adalah semua Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Surabaya diwajibkan membeli barang kebutuhan sehari-hari di toko kelontong yang dekat dengan rumahnya melalui e-peken. Tidak hanya itu, e-peken saat ini juga terbuka untuk masyarakat umum.
Selain itu, kata Reni, saat ini yang mendesak adalah, lurah, camat, dan Kepala OPD Pemkot Surabaya berinovasi dengan potensi ekonomi di Surabaya yang begitu besar. Keberadaan industri, perdagangan, mal, kafe, waralaba, hingga hotel, wajib menyerap warga gakin usia produktif.
"Pemkot harus menerapkan program ini dengan teken kerja sama. Namun, angkatan kerja dari gakin juga harus dibekali skill yang memadai," kata Reni.[ss]