Tahun 2021 diperkirakan terjadi peningkatan subsidi dan pendapatan kompensasi pada tahun (menunggu laporan keuangan PLN 2021), seiring dengan penjualan listrik yang lebih tinggi, keringanan tarif yang berkelanjutan, pembekuan tarif, dan kenaikan harga komoditas terutama minyak dan gas.
Menyerah Saja?
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Jumlah utang kompensasi pemerintah Jokowi pada PLN sebetulnya turun 10,9% pada tahun 2020 karena sedikit penurunan volume penjualan listrik dan biaya pasokan listrik per unit di tengah harga komoditas yang lebih rendah terhadap tarif listrik yang dibekukan atau ditahan. Negara telah membatasi harga batu bara dan gas alam yang dijual ke PLN untuk menahan biaya, yang membatasi beban subsidinya. Itupun utang kompensasi pemerintah kepada PLN mencapai RP. 66 triliun menurut Fitch Rating.
Bagaimana sekarang?
penjualan listrik telah meningkat ke level normal. Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatatkan kenaikan penjualan listrik sebesar 5,77% pada tahun 2021. Sebagaimana dikatakan. Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi, penjualan listrik tahun 2021 mencapai 257.634 Giga Watt hour (GWh). Adapun, penjualan listrik pada tahun 2020 sebesar 243.583 GWh.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Kenaikan penjualan listrik bukan berati berita baik bagi PLN. Karena ini telah berubah menjadi beban keuangan dan kerugian potensial serta akumulasi pendapatan kompensasi yang tidak kunjung dibayar oleh pemerintah. Ini akan membuat PLN semakin bersandar pada utang dalam membiayai operasional perusahan. Sekarang tahun 2022 utang kompemsasi yang harus dibayar pemerintah mencapai sekitar Rp. 138 triliun yang merupakan akumulasi dana kompensasi 2020 dan 2021. Apa mungkin presiden Jokowi dan Menteri keuangannya Sri Mulyani bisa bayar? Mengapa tidak menyerah saja? [non]