WahanaNews-Jatim | Dana kompensasi adalah dana yang harus dibayarkan pemerintah kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) karena tidak adanya penyesuaian tarif listrik golongan non subsidi. Hal ini dikarenakan pemerintah menahan tarif atau tidak melakukan penyesuaian tarif berdasarkan formulasi tarif yang telah ditetapkan.
Menurut Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, pemerintah harus membayar biaya kompensasi dan subsidi listrik kepada PT PLN (Persero) sebesar Rp 79 triliun pada 2020. Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan bahwa dana kompensasi itu harus dibayarkan oleh pemerintah kepada PLN karena pemerintah memutuskan untuk menahan harga tarif listrik non subsidi sejak 2017.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Sementara Fitch Rating Singapura mengatakan bahwa PLN tetap bergantung pada dana kompensasi dari pemerintah untuk mempertahankan operasinya dalam jangka menengah. PLN tidak dapat mempertahankan EBITDA tanpa subsidi dan pendapatan kompensasi, yang jika digabungkan, berjumlah sekitar Rp66 triliun pada tahun 2020, dibandingkan dengan EBITDA sebesar Rp74 triliun.
Sekarang tahun 2022, dana kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah makin bertambah sebagai akumulasi penundaan pembayaran. Ini karena penundaan pembayaran yang terus menerus. Pemerintah hanya mencatat namun tidak membayarkannya sesuai dengan waktunya. Inilah yang menjadi masalah besar bagi PLN.
Tidak Dibayar
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
Menurut evaluasi banyak pihak termasuk lembaga internasionalx Pemerintah Jokowi memiliki catatan melakukan penggantian subsidi dan pembayaran kompensasi kepada PLN. Hal ini telah terjadi keterlambatan pencairan pendapatan kompensasi dalam tiga tahun terakhir.
Akibatnya PLN dalam rangka peningkatan modal kerja sebagaimana yang terlihat pada tahun 2020, mengarah ke leverage yang lebih tinggi. Leverage adalah penggunaan pinjaman dana atau modal untuk meningkatkan keuntungan dalam sebuah bisnis. Pinjaman dana ini akan menambah ekuitas untuk mengembangkan bisnis dan digunakan untuk operasional perusahaan.
PLN menyadarkan biaya operasional pada pembiayaan (utang) dalam bentuk pinjaman langsung, pinjaman penerusan dari lembaga multinasional, suntikan modal dan jaminan pinjaman bank untuk beberapa proyek investasinya.