Bahkan ketika satu per satu 'Kerajaan' Srimulat runtuh-diawali Srimulat Solo, Semarang, lalu Jakarta- ia tetap kembali mengurus Srimulat Surabaya hingga grup legendaris itu benar-benar 'tak berdaya' pada 2004.
"Di Surabaya itu saya sempat tidur di masjid. Saya jadi takmir di Masjid At-Taufiq (di Kompleks THR Surabaya) sambil tetap manggung, ya di panggung Srimulat, ya pentas teater monolog," katanya.
Baca Juga:
GERAK Menutup Rangkaian Kampanye Bersama Cornelia Agatha dan Bang Doel Rano Karno
Seniman yang kini sudah tak lagi muda itu lebih sering terabaikan. Saat Srimulat punya gawe pada 90-an hingga awal 2000, para penerus Srimulat tak lagi melibatkan dirinya. Termasuk ketika muncul sejumlah film Srimulat belakangan ini.
"Saya kan orang yang di belakang layar. Mereka yang di depan layar yang terkenal. Yang jadi selebritis. Film kemarin saja, Finding Srimulat, Hil yang Mustahal, saya tidak dilibatkan," ujarnya.
Meski begitu, alumnus SMA Trimurti Surabaya itu tidak menganggapnya serius, apalagi dendam. Ia telah mendapat banyak pelajaran hidup dari Srimulat dan akan tetap menekuni jalan kesenian yang ia tempuh.
Baca Juga:
Korban Kekerasan Seksual Laporkan Pengacara atas Dugaan Pencemaran Nama Baik
"Enggak, saya enggak marah kok. Kalau ingat, ya, Alhamdulillah, enggak ingat, ya, syukuri lah. Yang penting, saya berjalan lewat kemampuan saya sendiri. Lewat teater. Lewat panggung teater," ujarnya.
Selama menjalani seni teater itu ia juga tetap melukis. Sedangkan untuk bertahan hidup, tak jarang ia harus menjalani aktivitas dagang. Misalnya, kata dia, ketika batu akik sedang booming, ia pun tak sungkan berjualan akik.
"Saya juga sempat jualan. Jualan apa saja yang ada. Jualan akik waktu booming akik. Ya, waktu enggak ada duit dan enggak ada yang dijual, ya saya jual pakaian sendiri. Hahaha...," kata Tohir tanpa beban.