“Tamu kami turis asing menikmati berinteraksi dengan warga setempat. Minum kopi bersama di balai-balai depan rumah, belajar memakai sarung bahkan bercanda sampai terbahak-bahak walaupun dengan keterbatasan bahasa,” terangnya.
Lanjutnya , akhirnya mengetahui jika Carok dilakukan sebagai langkah terakhir jika harga diri terluka, terlebih lagi apabila menyangkut dengan masalah pagar ayu.
Baca Juga:
Isra Mi'raj dari Sudut Pandang Fisika, Ini Kata Ahli
Bahkan jika difikir lebih lanjut, sebetulnya masyarakat desa di Madura tidak ada bedanya dengan sosok “Kabayan” dari tanah Sunda, atau si Doel anak Betawi, yang penuh dengan kepolosan sebagai orang desa dan sikap kejujuran yang berasal dari ilmu agama. Yang membedakan hanya intonasi dan volume suara.
“Saya berupaya untuk mengenalkan masyarakat Madura dari sisi yang baik sudah dimulai sejak lama. Kembali ke tahun 1981, film si Unyil memunculkan sosok Bu Bariah dengan jargon Bo’abo. Disusul dengan kemunculan sosok Kadir yang berpasangan dengan Doyok pada tahun 1987. Dua sosok tersebut sangat melekat di kehidupan anak-anak pada masa itu,” imbuhnya.
Tidak sampai disitu, sebagian masyarakat mungkin belum menyadari bahwa banyak tokoh terkenal di Indonesia berasal dari Madura, salah satunya adalah Halim Perdanakusuma.
Baca Juga:
Viral di Medsos Carok di Madura Tewaskan 4 Orang, Ini Kronologinya
Sosok pahlawan nasional yang kini namanya digunakan sebagai Bandara internasional di Jakarta, merupakan putra asli kabupaten Sampang.
Namun upaya menceritakan kebaikan nampaknya terasa sulit, lantaran masih banyak yang menilai sisi negatif dari sepenggal cerita masa lalu tentang Madura.
Ini dirasa tidak adil jika kita menyukai sate Madura namun mendiskriminasi sosok orang Madura.