WahanaNews-Madura | Penilaian awal dari berbagai cerita tentang Madura sebagian besar adalah kasar, keras, pemarah dan hal negatif lainnya.
Sudut pandang ini dilansir dari berbagai survey dan pemberitaan di beberapa media. Hal ini diperkuat dengan budaya yang terkenal di Madura yaitu “Carok”.
Baca Juga:
Isra Mi'raj dari Sudut Pandang Fisika, Ini Kata Ahli
Namun, kita mengenal istilah tak kenal maka tak sayang, pendamping pariwisata Jabupaten Sampang, Deasy Yumnasari yang berasal dari Bandung menceritakan Madura yang lebih positif dari kacamata pendatang yang memutuskan untuk tinggal di Sampang Madura.
Berdasarkan hal tersebut, muncul fakta lain bahwa masyarakat Madura memiliki rasa persaudaraan yang kuat terhadap orang lain, bahkan yang tidak memiliki ikatan darah.
“Fakta itu muncul Saya bersama suami memutuskan untuk tinggal dan menetap di kabupaten Sampang,” ungkapnya.
Baca Juga:
Viral di Medsos Carok di Madura Tewaskan 4 Orang, Ini Kronologinya
Kemudian Ia mengisahkan, di awal kepindahan, rasa khawatir selalu muncul. Apakah kami akan diterima di lingkungan tetangga? Apalagi dengan budaya dan bahasa kami yang berbeda. Tetapi lambat laun rasa khawatir itu tergantikan dengan rasa kagum yang luar biasa.
“Satu setengah tahun kami tinggal di Sampang, tidak pernah kami merasakan kekurangan makanan. Hampir tiap hari tetangga kanan dan kiri datang membawa hasil tangkapan laut. Ketika panen kami pun ikut mendapatkan beras,jagung dan ubi kayu. Hal ini juga yang mematahkan pemikiran kami bahwa Madura subur dengan caranya sendiri ,” jelasnya.
Masih kata Deasy satu tahun terakhir, kami berhasil mendatangkan tamu dari berbagai negara. Dengan bangganya kami ingin sekali memperkenalkan Madura sebagai tempat yang kaya dengan budaya dan keramahan yang tidak kalah dengan daerah lainnya.