Sayangnya, dua kandidat ini gugur. Pertama karena cucu Panembahan masih berusia 8 tahun. Kedua karena putra Pangeran Adipati dianggap tidak cakap menjadi raja.
Gonjang-ganjing peralihan kekuasaan itu dimanfaatkan Belanja untuk menekan Kerajaan Bangkalan agar membagi wilayah kekuasaannya menjadi tiga distrik, yaitu Distrik Bangkalan, Distrik Blega dan Distrik Sampang. Belanda sendiri paling mengincar wilayah Sampang.
Baca Juga:
Profil Mohammed bin Salman yang Serukan Dunia Berhenti Ekspor Senjata ke Israel
Penembahan Bangkalan awalnya menolak tawaran Belanda itu. Namun, akhirnya dicapai kesepakatan yang akhirnya membuat Sampang menjadi distrik tersendiri, di mana secara administratif wilayah pesisir ini berada di bawah penguasaan Residen Madura di Pamekasan.
Sementara itu, Gonjang-ganjing pengganti Panembahan Bangkalan Berakhir setelah Pangeran Surionegoro, Paman Panembahan, diangkat menjadi Bupati Pertama Bangkalan. Bangkalan sebagai kabupaten pun diresmikan pada 1 November 1885.
Pengambilalihan Kerajaan Bangkalan ini sempat mendapat penentangan dari sejumlah Bangsawan Bangkalan, salah satunya oleh Raden Ario Surio Adiningrat.
Baca Juga:
Soal Penahanan Pangeran Abdullah, Arab Saudi Buka Suara
Belanda khawatir dengan protes ini karena dua anak Raden Ario menguasai pasukan pribumi yang disebut Barisan. Untuk mencegah munculnya gejolak, Raden Ario akhirnya diasingkan ke Bandung, Jawa Barat.
Pengasingan ini memantik unjuk rasa besar pada 22 April 1885 dan mungkin inilah unjuk rasa pertama di Kabupaten Bangkalan. Sekitar 800 pasukan Barisan menduduki Kerajaan.
Mereka berunjuk rasa untuk mendukung Raja Pribumi. Untuk mengatasi dan mencegah insiden, Belanda merespon demo itu dengan mendatangkan satu batalion pasukan infanteri dari Surabaya.