Menurut Suroso, dari hasil kajian LP3M, terdapat lima 'J' dalam penataan PKL itu. Pertama jelas tempatnya, dengan memperhatikan aspek kenyamanan, aksebilitas dan tata laksananya.
Sehingga jika sudah ada tempatnya, maka bagaimana penataan tempat dan trotoar, lampu berikut keindahan tempatnya. Pengaturan parker, arus lalu lintas dan siapa saja yang berhak menempat lokasi itu.
Baca Juga:
Pemerintah Kudus Pastikan Pemenuhan Elpiji Bersubsidi dengan HET Rp18.000 untuk PKL
Kedua, lanjut Suroso, harus jelas aturannya. Seperti waktu buka lapak apakah dari pagi sampai malam, atau dari sore sampai malam dan hanya malam hari saja. Dan apakah tempat itu sewa, termasuk kewajiban PKL.
“Untuk menata dan mengembangkan PKL di Pamekasan, diperlukan keterlibatan OPD, sebagai komandannya,” papar Suroso.
Kemudian, bagaimana berapa besaran retribusi yang harus dibayar PKL. Apakah bayar tiap hari, tiap minggu. Dan kepada siapa PKL membayar retribusi itu. Lalu, bagaimana pola pembinaan ke PKL.
Baca Juga:
Gubernur DIY Bantah Tidak Libatkan Pedagang dalam Kebijakan Relokasi PKL Teras Malioboro 2
Dari segi keorganisasian, keuangannya, pasar dari produk PKL dan pengembangan usahanya, serta diperlukan evaluasi.
“Kami lihat menjamurnya PKL di tengah kota Pamekasan ini sudah benar-benar semrawut. Tidak hanya membuat mengganggu arus lalulintas, tetapi juga mengganggu kenyamanan warga. Kami menilai berjejernya PKL tersebut, sudah seperti pasar,” ujar Suroso.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pamekasan, Muharram menyatakan diperlukan komitmen bersama dengan mengaktifkan kembali tim penataan PKL.