WahanaNews-Jatim | Kualitas hidup kaum laki-laki Indonesia, khususnya usia harapan hidupnya, relatif lebih pendek daripada perempuan.
Jarak perbedaannya hampir empat tahun.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Perbedaan kondisi kualitas hidup tersebut tersirat dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Secara keseluruhan, tahun 2021 menunjukkan kualitas hidup di negeri ini membaik.
Skor IPM nasional tahun ini menjadi sebesar 72,29, meningkat dibandingkan dengan capaian tahun lalu yang masih sebesar 71,94.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Meningkatnya potensi kualitas hidup masyarakat tidak terlepas dari peningkatan salah satu indikator pengukuran, khususnya aspek kesehatan.
Dalam hal ini, umur harapan hidup saat lahir (UHH) membaik.
Rata-rata tahun ini sebesar 71,57 tahun.
Artinya, mereka yang lahir tahun 2021 ini berpotensi memiliki usia harapan hidup selama itu.
Besaran saat ini tergolong lebih lama 0,1 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya.
Namun, besaran ataupun peningkatan umur harapan hidup yang terjadi di negeri ini tidak membuat jurang perbedaan semakin mengecil.
Tetap saja, perbedaan yang mencolok tampak pada berbagai aspek.
Dari sisi pemilahan latar belakang jenis kelamin, misalnya, kaum laki-laki nyatanya masih lebih kecil dibandingkan dengan perempuan.
Apabila kaum perempuan memiliki rata-rata harapan hidup lebih dari 73 tahun, kaum laki-laki bahkan belum sampai pada usia 70 tahun.
Jarak senjang laki-laki dan perempuan itu sudah terbentuk sejak awal mula pengukuran IPM dilakukan.
Dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir, misalnya, sekalipun perbaikan kondisi kesehatan signifikan terjadi, hal itu tidak menghilangkan besaran selisih jarak yang terbentuk.
Perbedaan keduanya hampir berjarak empat tahun.
Apabila pada 2010 harapan hidup laki-laki selama 67,5 tahun, harapan hidup perempuan sudah mencapai 71,8 tahun.
Pada tahun 2020 lalu, harapan hidup laki-laki menjadi 69,6 tahun.
Sementara pada waktu yang sama, perempuan sudah mencapai 73,5 tahun.
Artinya, selisih jarak yang terbangun di antara keduanya tetap sama, selama 3,9 tahun.
Perbedaan jarak antara laki-laki dan perempuan juga terbangun pada setiap daerah.
Pada level provinsi, misalnya, baik pada provinsi yang tergolong paling tinggi capaian usia harapan hidupnya maupun yang paling rendah sekali pun, laki-laki relatif lebih kecil.
Berdasarkan perhitungan BPS, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi wilayah dengan usia harapan hidup (UHH) tertinggi.
Laki-laki memiliki UHH selama 73,2 tahun.
Terbilang jauh di atas capaian usia harapan hidup laki-laki rata-rata nasional.
Namun, usia harapan hidup kaum perempuan di provinsi ini selama 76,8 tahun.
Artinya, perbedaan UHH laki-laki dengan perempuan di provinsi ini sekitar 3,6 tahun.
Selisih jarak yang relatif tidak berbeda jauh berbeda dengan rata-rata nasional.
Selisih perbedaan sebesar itu juga terjadi pada provinsi dengan usia harapan hidup tergolong paling rendah.
Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan UHH terendah.
Capaian UHH laki-laki di Sulawesi Barat sebesar 63,2 tahun.
Dibandingkan dengan perempuan, capaian laki-laki juga berjarak 3,8 tahun.
Selama satu dasawarsa, perbaikan kondisi kesehatan yang terjadi di Yogyakarta ataupun Sulawesi Barat tidak serta-merta memperkecil selisih perbedaan antara usia harapan hidup laki-laki dan perempuan.
Sisi lain yang menarik dicermati, pada level provinsi, perbedaan jarak usia harapan hidup yang lebih tinggi dari kondisi rata-rata nasional tampaknya lebih banyak bertumpu pada wilayah Sulawesi.
Rentang jarak terlebar di Indonesia terjadi pada Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan data BPS, selisih laki-laki dan perempuan hingga selama 4,06 tahun.
Laki-laki di provinsi ini memiliki angka harapan hidup selama 69,31 tahun, sedangkan kaum perempuan selama 73,37 tahun.
Selain Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo juga terhitung paling lebar jarak perbedaannya.
Perempuan di kedua provinsi ini punya peluang harapan hidup lebih lama 3,95 tahun ketimbang laki-laki.
Akan tetapi, jika ditelusuri hingga level kabupaten, sekalipun lebih banyak wilayah kabupaten di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo yang tergolong tinggi selisih usia harapan hidupnya masih terdapat wilayah kabupaten di provinsi lain yang jauh lebih tinggi lagi perbedaannya.
Tertinggi perbedaannya ada di Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir di Sumatera Selatan.
Pada kedua kabupaten tersebut, usia harapan hidup kaum perempuan relatif lebih lama 4,16 tahun daripada kaum laki-laki.
Sebaliknya, terdapat pula beberapa wilayah kabupaten yang relatif tidak jauh berjarak antara usia harapan hidup laki-laki dan perempuan.
Selisih terkecil terjadi di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.
Di kabupaten ini, usia harapan hidup laki-laki saat ini selama 71,25 tahun dan lebih rendah 0,42 tahun dari kaum perempuannya.
Sebenarnya perbedaan jarak usia harapan hidup yang terbangun antara laki-laki dan perempuan tidak hanya menjadi problem di negeri ini saja.
Secara global, jamak dijumpai pula selisih perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Di Amerika Serikat, misalnya, selisih perbedaan angka harapan hidup belakangan ini mendekati lima tahun.
Berdasarkan data US Social Security Administration, usia harapan hidup perempuan saat kelahiran 2014 lalu diperkirakan selama 81,1 tahun. Sementara kaum laki-laki selama 76,3 tahun.
Jika ditelusuri, rentang jarak yang terbangun sudah berlangsung sedemikian lama.
Memasuki abad ke-20, di AS selisih harapan hidup perempuan dan laki-laki hanya 1,5 tahun.
Namun, selepas itu, terutama tahun 1950-an, sudah terbangun jarak perbedaan hingga lima tahun.
Kondisi di Swedia juga relatif sama.
Di negara kawasan Eropa Utara yang selalu masuk papan atas IPM dunia ini juga terbangun perbedaan usia harapan hidup laki-laki dan perempuan sekitar empat tahun.
Lebih dari dua abad, pencatatan usia harapan hidup penduduknya tetap menunjukkan perbedaan hingga empat tahun.
Pada literatur penjelasnya, beragam alasan dikaitkan sebagai penyebab perbedaan.
Terbanyak, tentu saja pertimbangan-pertimbangan faktor biologis, seperti perbedaan genetik dan perbedaan hormonal yang menempatkan laki-laki relatif lebih rentan ketimbang perempuan.
Selain faktor biologis, terdapat pula argumentasi lain yang menempatkan kondisi lingkungan sebagai penyebab.
Pola hidup, yang terkait dengan perbedaan aktivitas hingga pola makan, menjadi dasar pertimbangan.
Demikian pula beragam faktor lain, seperti interaksi sosial, psikologis, bahkan hingga perbedaan dimensi kultural, yang dinilai berpengaruh terhadap usia.
Semua aspek dapat saja menjadi determinan penyebab perbedaan.
Namun, dalam konteks Indonesia, khususnya dalam kajian ini, adanya rentang perbedaan yang cukup signifikan antara usia harapan hidup laki-laki dan perempuan di setiap level wilayah, baik antarprovinsi maupun antarkabupaten, menjadi problem sesungguhnya bangsa ini.
Perbedaan antara usia harapan hidup laki-laki hingga lebih dari 22 tahun antara Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah (75,9 tahun), dan Kabupaten Nduga, Papua (53,57 tahun), misalnya, teramat jauh.
Terlebih antara laki-laki dan perempuan.
Semua lebih banyak mengindikasikan wajah timpang negeri ini. [non]