WahanaNews-Jatim | Naiknya harga kedelai impor berimbas pada sejumlah pengrajin tempe bakal memperkecil ukuran temper produksinya. Salah satunya seperti pengrajin tempe di Lamongan, Abdul Rochim.
Meski saat ini Rochim belum memperkecil ukuran tempenya. Namun ia mengaku akan kewalahan jika harus mempertahankan ukuran tempe produksi seperti sebelumnya dengan harga kedelai yang cukup mahal.
Baca Juga:
Aksi AKP Dadang Guncang Solok Selatan, Hujani Rumah Dinas Kapolres dengan Tembakan
“Belum tahu sampai kapan akan bertahan dengan ukuran tempe yang sekarang, tapi kalau naik terus ya itu (memperkecil ukuran) akan menjadi salah satu pilihan yang akan kita lakukan,” kata Rochim, yang tinggal di Kelurahan Sukomulyo, Kecamatan/Kabupaten Lamongan ini kepada wartawan, Kamis (17/2/2022).
Menurut Rochim, harga kedelai impor saat ini Rp 11 ribu per kilogram, dan harganya terus merangkak naik hampir setiap hari.
Kenaikan harga kedelai ini, lanjut Rochim, terjadi sejak awal tahun baru 2022, mulai dari harga Rp 9 ribu hingga saat ini berada di harga Rp 11 ribu per kilogram.
Baca Juga:
OTT KPK Bengkulu, Calon Gubernur Petahana Dibawa dengan 3 Mobil
Selain itu, Rochim menilai jika persoalan harga kedelai impor yang terus naik ini hampir terjadi tiap tahun.
“Harga kedelai impor terus naik. Saya sendiri tidak tahu apa penyebabnya,” ungkapnya.
Bahkan, jika tak segera diatasi, Rochim memperkirakan, harga kedelai ini akan terus menanjak hingga Idul Fitri mendatang.
“Menaikkan harga tempe sangat tak mungkin, karena kondisi ekonomi masyarakat masih terimbas pandemi Covid-19 dan pasar juga baru bergeliat,” imbuhnya.
Menyikapi hal itu, Rochim mengaku hanya bisa berdoa agar harga kedelai kembali stabil dan terjangkau. Ia tak akan ikut-ikutan berunjuk rasa ataupun mogok kerja sebagai bentuk protes atas kondisi yang ada.
Abdul Rochim dan karyawannya saat memproduksi tempe-tempenya, di Kelurahan Sukomulyo, Lamongan.
Sebagai pengrajin tempe, Rochim menuturkan, pihaknya berencana mengurangi ukuran tempenya dengan rata-rata 1 cm, agar tetap berproduksi.
Ia juga tak akan merekayasa dengan menambah campuran lain yang akan mengurangi kualitas dan citarasa tempe produksinya.
“Cukup memperkecil ukuran dengan mempertahankan kualitas yang sama. Tapi sejak harga kedelai naik, saya belum mengurangi produksi, meski ada di antara pengrajin lainnya yang sudah mengurangi produksi,” paparnya.
Diketahui, dengan dibantu 6 orang karyawannya, setiap hari Rochim mampu menghabiskan sebanyak 5 kuintal kedelai untuk dijadikan tempe.
Rochim berkata, bahwa bahan baku kedelai impor itu ia dapatkan dari Surabaya.
Secara terpisah, Kepala Disperindag Lamongan Muhammad Zamroni membenarkan tentang terjadinya kenaikan harga kedelai tersebut.
“Harga kedelai di Lamongan terpantau Rp 12 ribu per kilogram,” tandas Zamroni.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Disperindag Lamongan, diketahui setidaknya ada 36 pengrajin tahu-tempe yang masih bertahan di Lamongan.
“Kebanyakan, para pengrajin tahu-tempe di Lamongan ini adalah pelaku UMKM,” pungkasnya.[non]