WahanaNews-Jatim | Para aktivis lingkungan hidup yang tergabung dalam Forum Peduli Lingkungan (FPL) Kabupaten Sidoarjo terus menyuarakan pengembalian fungsi sungai diantaranya bantaran sungai yang ada di ratusan titik terancam rusak dan hilang.
Dengan mendesak OPD terkait untuk menertibkan dan membongkar bangunan dan jembatan liar yang berdiri di atas sempadan sungai.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Selama ini Pemkab Sidoarjo dinilai tidak serius mengembalikan fungsi sungai sebagaimana mestinya di antaranya menangani persoalan habisnya bantaran sungai oleh perilaku mayarakat.
Menjamurnya bangunan dan jembatan liar di biarkan terus tumbuh, bahkan terkesan terjadi pembiaran oleh Pemerintah Sidoarjo.
Tidak mempunyai niat dan upaya konkrit, dalam menjaga dan mengembalikan fungsi sungai yang didalamnya termasuk mengenai fungsi sempadan.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
“Dinas Pengairan PUMBSDA Sidoarjo merupakan kepanjangan tanganan Pemkab Sidoarjo, tapi tidak maksimal melakukan upaya-upaya konkrit yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah mengenai sungai." Handoko ujar aktifis lingkungan.
Bila di data 3 tahun saja tampak perubahan yang signifikan peningkatan jumlah bangunan liar yang menghilangkan fungsi bantaran dan semakin padatnya aktifitas manusia di sepanjang sungai.
Kini banyak bibir sungai hilang di padati ratusan bangunan dan jembatan liar yang di sempadan sungai seperti bangunan rumah, tempat usaha hingga pabrik.
FPL Sidoarjo, menduga ada fenomena permainan antara oknum pemerintah dengan pemakai lahan sempadan, sehingga bangunan liar di atas hak sungai itu dapat berdiri dengan bebas.
“Seharusnya bantaran dan aliran sungai bebas dari bangunan, tapi nyatanya banyak bangunan yang telah bersetifikat kami temui di sempadan sungai,” ujarnya.
Pembiaran berdirinya bangunan liar di atas sempadan sungai menurut Handoko telah menimbulkan berbagai dampak buruk bagi lingkungan yakni pencemaran sungai oleh limbah domestik maupun industri, sulitnya pengerjaan pengerukan yang berakibat percepatan pendangkalan serta penyusutan volume sungai berimbas pada buruknya lingkungan.
Sedangkan dampak terparah lain yang ditimbulkan atas perlakuan yang salah terhadap sungai yakni berkurangnya ekologi sungai baik itu nabati maupun hewani sebagai sumber gizi.
Karena persoalan ini berantai memang problem paling nyata adalah ancaman bahaya banjir bagi masyarakat yang ada di sekitar sungai.
“Kami mendesak Pemkab Sidoarjo melakukan tindakan penertiban dan pembongkaran bangunan, atau minimal melayangkan surat terguran para penghuni bangunan yang melanggar untuk segera menertibkan bangunannya,” tegasnya.
Sementara itu Koordinator FPL Sidoarjo Ali Subhan mengungkapkan, bantaran sungai merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari sungai yang perlu dikelola secara baik oleh para pemangku kepentingan.
Selama ini pengelolaan sungai hanya sebatas pengerukan sedimen yang di artikan normalisasi, dan mengabaikan pengelolaan bantaran yang banyak digunakan untuk mendirikan bangunan eksesnya sungai sebagai tempat sampah terpanjang.
“Anggaran Dinas Pengairan PUMBSDA Sidoarjo milyaran rupiah dan itu semua untuk proyek fisik, umumnya plengsengan dan pengerukan (normalisasi) disana tidak ada sedikit pun anggaran mereka untuk usaha penyelamatan terhadap penguasaan sempadan sungai oleh masyarakat” papar Ali Subhan.
Lebih lanjut di sebutkan oleh tokoh lingkungan jebolan Ponpes Tambak beras ini, bila pemerintah menangani secara serius pengelolaan sungai secara menyeluruh dan berkelanjutan.
menurut Ali Subhan, akan berdampak luar biasa pada penghentian pencegahan banjir, harmonisnya sistem kebutuhan air irigasi dan pemanfaat air yang berkualitas bebas kontaminasi oleh masyarakat dan perusahaan berbahan baku air, pelestarian tumbuhan dan habitat ikan-ikan yang ada di sungai, di mana saat ini habitatnya semakin berkurang akibat perilaku buruk pencemaran dan perusakan sungai oleh aktivitas manusia.
"Tengok saja ikan ikan kali yang dulu bervarias di Sidoarjo seperti bader, wader, tombro, lele dan kutuk kini sangat minim (punah), hanya ikan sakarmut (pembersih kaca) yang memenuhi kali," tandas Ali Subhan dengan nada berapi api.
Sebab apa ikan sakarmut ( Suckermouth) ini yang bisa bertahan pada situasi kali di Sidoarjo.
Menurut Ali Subhan karena ikan pelahab segalanya ini bisa beradaptasi menjadi kebal terhadap kondisi air yang tercemar limbah.
Tentu saja ikan jenis ini sangat berbahaya bila dikonsumsi manusia pasalnya dalam dalam daging dan organ ikan sakarmut banyak mengandung unsur materi kimia limbah berbahaya seperti plastik, polister dan kandungan aneka logam berat yang menjadi racun ganas bila di kosumsi manusia.
Begitu juga sebab hilangnya aneka ragam tumbuhan atas tingginya pencemaran air di sungai sungai wilayah Kota Delta ini menurut pakar lingkungan ini bisa di tebak dengan cara sederhana.
"Ketika di sungai hidup subur habitat tumbuhan eceng gondok, di situlah ada pencemaran air kenapa? Bila tumbuhan lain amblas mati terpapar limbah air di sungai tapi eceng gondok tetap hidup karena tumbuhan ini bisa reduksi bahan kimia logam berat pada air yang terkontaminasi limbah, Bila di sungai terdapat eceng gondok selalu hidup subur bisa di tebak air di sepanjang aliran sungai itu jelas mengandung kandungan limbah yang tinggi." Paparnya.
Selain itu tumbuhan eceng gondok penyebab pendangkalan dan buntuhnya aliran sungai yang berujung bencana banjir.[non]