Bunga pertama baru mekar setelah delapan bulan dirawat. Itu pun hanya 10 persen dari total populasi tanaman anggrek yang dibudidayakan. Bagi Septian, hasil tersebut sudah cukup maksimal.
Delapan bulan merupakan proses yang cukup panjang. Bukan waktu yang normal sebetulnya. Sebab, proses anggrek dari kuncup sampai mekar hanya sekitar satu bulan. ’’Banyak (anggrek, Red) yang stres. Batangnya kering, bunganya mengerut dan menghitam (cokelat, Red), lalu daunnya rontok,” katanya.
Baca Juga:
Diduga Oknum Ketua DPD (LSM) Membekingi Judi Mesin Tembak Ikan di Bagan Siapi-api, Kecamatan Bangko
Namun, timnya tetap optimistis. Terutama setelah melihat ada anggrek yang mampu melawan suhu di luar greenhouse yang relatif panas. Minimal, ada harapan anggrek bisa dibudidayakan di tempat panas. ’’Harus telaten karena memang tidak mudah,” terangnya.
Ketua RW 1, Kelurahan Sememi, Mahfud Salis mengaku sempat pesimistis. Namun, melihat semangat tim anggrek, pria 45 tahun itu tidak patah arang. Ditambah lagi, ada anggrek yang berhasil berbunga. Itu membuatnya kian optimistis.
Bapak dua anak itu melihat adanya potensi yang bisa dikembangkan. Dia mem_bayangkan kampung yang dulunya merupakan zona merah itu berubah menjadi tempat wisata alam buatan yang indah dan asri. ’’Kami berharap itu tidak hanya jadi angan-angan. Hanya perlu dukungan dari pemerintah yang serius. Bukan setengah-setengah seperti ini,” jelasnya.
Baca Juga:
Ketua KPU Jakarta Barat Ingatkan Dokumen Yang Perlu Dibawa ke TPS Pilkada 2024
Di bagian belakang greenhouse tersebut ada lahan milik pemerintah kota seluas 1,6 hektare. Sudah ada vertical garden yang dibangun. Ada pula taman bermain anak. ”Orang akan senang datang ke sini. Mereka akan disuguhi bunga anggrek yang indah. Bukan lagi bunga dalam tanda kutip itu. Jadi, Moroseneng tetap menjadi orang moro seneng (datang senang, Red) karena ada wisata alam buatan yang indah,” jelasnya. [afs]