Terkait isu lingkungan, Shana menegaskan BPOLBF juga telah melakukan kajian ilmiah dan telah keluar AMDAL yang menjadi acuan BPOLBF dalam melakukan pembangunan diatas kawasan tersebut.
"Tentunya dengan mengedepankan kaidah atau nilai keberlangsungan dan berkelanjutan lingkungan. Proses penyusunan AMDAL melibatkan berbagai pihak termasuk dari pihak kelurahan dan desa penyangga, yaitu para Lurah dan Kepala Desa," ungkap Shana.
Baca Juga:
Aksi AKP Dadang Guncang Solok Selatan, Hujani Rumah Dinas Kapolres dengan Tembakan
Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Wilayah Manggarai Barat Stefanus Nali menilai penolakan warga atas pembukaan jalan proyek pengembangan kawasan wisata di hutan Bowosie tidak tepat.
Hal tersebut dikarenakan lahan yang diklaim adalah lahan negara yang dirambah.
"Lahan yang dipermasalahkan masuk kawasan Hutan Nggorang-Bowosie. Dalam catatannya, perambahan liar terjadi sejak 1998, dan pada 2015 pihaknya menemukan patok-patok yang terpancang secara ilegal lalu kami laporkan ke polisi,” tutur Stefanus.
Baca Juga:
OTT KPK Bengkulu, Calon Gubernur Petahana Dibawa dengan 3 Mobil
Stefanus menjelaskan dengan bertambahnya masyarakat yang menghuni kawasan hutan kelestarian hutan makin terancam. Maraknya perambahan liar menyebabkan kerusakan hutan di kawasan hutan Bowosie cukup masif.
Stefanus mengungkapkan, meskipun berkali upaya penertiban dilakukan tetap saja diulang lagi dan makin meluas. Stefanus mengakui dengan keterbatasan personel sangat sulit pengawasan bisa maksimal terlebih area hutan yang cukup luas.
"Sebagai contoh, dari luas lahan 400 hektare yang akan dikelola BPOLBF, kurang lebih 135 hektare atau 34 persen telah rusak dan kondisinya telah dibabat habis dan dibakar perambah hutan," kata Stefanus.