WahanaNews-Madura | Pandemi Covid-19 selama 2 tahun ini telah membuat restoran mewah di seluruh dunia tidak beroperasi. Hal ini tentu menjadi kabar buruk juga bagi produsen kaviar di seluruh dunia.
Tapi ternyata kenyataannya berbeda dari yang diperkirakan. Produsen kaviar masih bisa mengeruk keuntungan dari penjualan online.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Pandemi ternyata tak menghentikan para orang kaya yang ingin makan kaviar. Mereka membelinya secara online dan menyantapnya di rumah.
"Saya pikir orang-orang yang di-lockdown ingin menikmati diri mereka sendiri, dan semua orang memutuskan untuk menghabiskan uang untuk membeli kaviar, baik di rumah, atau di restoran," kata Manajer Agroittica Lombarda Italia, peternakan kaviar terbesar, Carla Sora dikutip dari BBC, Kamis (6/1/2022).
Lalu apa sebenarnya kaviar itu? Makanan ini adalah telur dari banyak spesies ikan sturgeon. Lama dianggap sebagai makanan lezat, industri ini secara historis berpusat pada pengambilan stok liar di Laut Kaspia, yang saat ini dikelilingi oleh Rusia, Kazakhstan, Turkmenistan, Iran, dan Azerbaijan.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
Namun pada tahun 2006, penangkapan ikan berlebihan yang parah di Kaspia menyebabkan larangan penjualan global untuk hampir semua kaviar liar dari laut. Ini masih ditegakkan oleh Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang berbasis di Swiss.
Larangan tersebut menyebabkan pertumbuhan besar dalam pertanian sturgeon di seluruh dunia khusus untuk produksi kaviar. Akibatnya, hampir semua kaviar yang dijual secara legal di seluruh dunia sekarang berasal dari budidaya. Ikan sturgeon yang dipelihara di danau dan kolam buatan.
Industri budidaya ikan sturgeon global ini bernilai €750 juta (US$ 848 juta) pada 2019, menurut angka terbaru dari perusahaan Norwegia Kontali, yang memantau sektor peternakan ikan di seluruh dunia. Sementara itu, Uni Eropa memperkirakan volume kaviar global mencapai 380 ton pada 2018.