"Itu hanya soal cara kita sebagai generasi memberlakukan dirinya melihat sejarah. Kalau kita sebagai generasi hanya ingin membuat penagih janji negeri ini, bahwa cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, belumlah tunai sebagaimana yang tertuang dalam asas-asas negeri ini. Dan itu menjadi sila di Pancasila," terangnya.
"Itu soal pilihan kita sebagai narasi. Apakah kita akan memilih generasi sebagai penagih janji, atau menjadi bagian dari generasi republik ini yang ikut menunaikan janji republik kepada seluruh cita-cita republik," katanya.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Mulai Latihan Paskibraka untuk HUT RI ke-79 Tahun 2024
Darul Hasyim Fath ini menegaskan, Pancasila itu bukan value, bukan sebagai nilai yang menggambarkan republik ini mengalami broken promise, yang seolah-olah ada janji yang terabaikan.
Sebab menurutnya, Pancasila itu menjadi cita-cita yang disepahami, yang aktual, dan perlu aktualisasi dari generasi-generasi cerdas yang tidak miskin literasi.
Terpisah, Wakil Ketua Rektor I INSTIKA Guluk-guluk, Dr. Damanhuri, berbicara Pancasila dari persepektif kalangan santri.
Baca Juga:
Tokoh Papua Ali Kabiay Mengajak Warga Hindari Provokasi dan Jaga Perdamaian
Menurutnya, peran ulama dan santri dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sangatlah luar biasa.
Ia menjelaskan, ulama dan santri memiliki sejarah panjang dalam terbentuknya NKRI. Sebut saja seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, dan KH. Wahid Hasyim, yang terlibat langsung dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, lewat resolusi jihadnya.
"Maka tidak salah, Presiden Jokowi menghadiahi 22 Oktober sebagai Hari Santri. Karena pada waktu itu, perjuangan santri dalam merebut kemerdekaan Indonesia, sangatlah luar biasa," paparnya. [jat]