WahanaNews-Jatim | Imlek 2023 akan dirayakan pada 22 Januari mendatang. Berikut ini tradisi masyarakat Tionghoa Surabaya mulai malam Imlek sampai hari ke-15, Cap Go Meh.
Dalam kalender China, tahun 2023 merupakan Tahun Kelinci Air. Tahun Kelinci Air dimulai 22 Januari 2023 sampai 9 Februari 2024. Maka tak heran jika banyak serba-serbi kelinci jelang perayaan Imlek, termasuk di Surabaya.
Baca Juga:
Bupati Rohil Lepas Pawai Lampion Malam Cap Go Meh 2575/2024 di Klenteng Ing Hok King
Terlepas dari Tahun Kelinci Air, masyarakat Tionghoa Surabaya punya tradisi dalam merayakan Tahun Baru China. Berikut ini penjabarannya berdasarkan periode waktu, mengutip jurnal berjudul Makna Peruntungan Usaha dalam Simbol di Budaya Imlek bagi Masyarakat Etnis Tionghoa Surabaya dalam situs resmi Universitas Muria Kudus. Jurnal tersebut disusun Puspita Puji Rahayu dan Priscilla Titis Indiarti.
Tradisi Tionghoa Surabaya dalam Merayakan Imlek:
Baca Juga:
Tahun Baru Imlek Identik dengan Hujan, Ini Kata BMKG
1. Malam Menjelang Imlek
Saat tengah malam menjelang Imlek, masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya makan malam dan kumpul bersama keluarga. Lalu menggelar sembahyang pada leluhur dan dewa-dewi.
Di momen itu, masyarakat Tionghoa Surabaya menyalakan lampu, menggantungkan lampion atau lentera hingga membuka pintu dan jendela. Harapannya, mereka memiliki keberuntungan serta kelancaran dalam segala urusan sepanjang tahun.
Biasanya, tempat ibadah juga dipenuhi jemaat yang menyambut Imlek. Masyarakat Tionghoa juga akan membakar petasan di malam hari. Itu untuk mengusir roh jahat.
2. Hari Pertama
Di hari pertama atau Tahun Baru Imlek, masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya akan mengenakan busana yang telah dibeli sebelumnya. Orang yang lebih muda akan mencari yang lebih tua dalam keluarga, untuk mengucapkan Xin Nian Kuai Le atau Sin Ni Khoai Lok atau San Nin Faai Lok yang artinya Selamat Tahun Baru.
Lalu ada tradisi yang sudah turun temurun bagi masyarakat Tionghoa, di mana orang yang lebih tua akan memberikan angpau kepada orang yang lebih muda. Atau sebaliknya, orang yang lebih muda juga memberikan angpau kepada yang lebih tua sebagai ucapan terima kasih.
Di hari pertama ini, masyarakat Tionghoa di Surabaya akan berkunjung dan bersilahturahmi dengan keluarga inti atau keluarga dekat.
3. Hari Kedua
Di hari kedua, masyarakat Tionghoa di Surabaya biasanya sembahyang kepada dewa dan leluhur. Mereka mengucapkan rasa syukur atas berkah dan lindungan yang telah diberikan sepanjang tahun. Sembahyang ini juga bertujuan untuk mengenang leluhur.
Masyarakat Tionghoa di Surabaya yang mempunyai bisnis biasanya akan menjalankan ibadah dengan berdoa Hoi Nin, agar bisnis yang dimiliki lebih berkembang dan sukses.
Hari kedua Imlek kemudian dimanfaatkan untuk mengunjungi dan bersilahturahmi dengan teman-teman dan sahabat dekat.
4. Hari Ketiga dan Keempat.
Bagi masyarakat Tionghoa di Surabaya, hari ketiga dan keempat Imlek dianggap kurang baik untuk berkunjung ke sahabat dan relasi. Juga kurang bagus untuk memulai aktivitas dalam bisnis.
Sebab, hari ketiga dan keempat dikenal sebagai Chi Kou yang artinya mudah terlibat perdebatan. Itu ada kaitannya dengan hidangan goreng yang dikonsumsi selama dua hari pertama.
Masyarakat Tionghoa Surabaya kebanyakan, biasanya berdoa dan berziarah ke kuburan keluarga pada hari ketiga dan keempat.
5. Hari Kelima
Istilah Po Wu dalam hari kelima Imlek memiliki arti menyingkirkan yang lama. Umumnya, masyarakat Tionghoa Surabaya akan membersihkan barang-barang yang sudah lama dan tidak terpakai. Membuang sampah dan sisa sesajian yang telah terpakai sebelumnya.
Pada hari kelima, masyarakat akan meramal dan memperkirakan suram atau tidaknya, kedamaian, keberuntungan sepanjang tahun dengan cuaca hari tersebut. Bisnis juga dibuka kembali pada hari tersebut.
Hari kelima bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Dewa Kekayaan. Sehingga orang yang percaya akan sembahyang khusus bagi Dewa Kekayaan.
6. Hari Keenam
Masyarakat Tionghoa di Surabaya pada umumnya mengisi hari keenam Imlek dengan meluangkan waktu mengunjungi rumah ibadah. Mereka berdoa, mengunjungi keluarga, teman dan sahabat untuk mempererat silaturahmi. Serta membagikan angpau bagi keluarga yang belum sempat bertemu.
7. Hari Ketujuh
Istilah Ren Ri memiliki arti Hari Ulang Tahun Semua Orang. Masyarakat Tionghoa menganggap hari ketujuh sebagai momen bertambahnya usia semua orang.
Di hari ketujuh Imlek, kebanyakan dari masyarakat Tionghoa Surabaya memakan salad ikan (Yu Sheng). Masyarakat akan berkumpul dan berharap memiliki kekayaan dan kemakmuran secara berkesinambungan.
8. Hari Kedelapan
Pada hari kedelapan Imlek, masyarakat Suku Hokkian mengadakan makan malam bersama kembali dengan seluruh keluarga. Namun karena kesibukan, banyak masyarakat Suku Hokkian yang tidak bisa menjalankan tradisi tersebut.
9. Hari Kesembilan
Hari kesembilan Imlek dikenal dengan Hari Ulang Tahun Dewa Jade Emperor. Pada hari ini, biasanya masyarakat memanjatkan doa dan mengucapkan selamat bagi Dewa Jade Emperor, sebagai Dewa Langit.
Masyarakat Suku Hokkian menganggap hari kesembilan sebagai Hari Imlek. Sehingga masyarakat Suku Hokkian sembahyang guna menyampaikan rasa syukur pada Tuhan.
Sajian utama dalam sembahyang ini berupa tebu. Sebab, Suku Hokkian memiliki sejarah di mana mereka selamat dalam aksi pembantaian perang dengan cara bersembunyi di perkebunan tebu.
10. Hari Kesepuluh sampai Hari Ke-12
Pada umumnya, masyarakat Tionghoa Surabaya akan menghabiskan hari kesepuluh sampai hari ke-12, dengan menyelenggarakan perayaan Imlek bersama keluarga dan sahabat. Agar tercipta kebersamaan dan mempererat silaturahmi.
11. Hari Ke-13
Hari ke-13, masyarakat Suku Hokkian menggelar tradisi vegetarian (Cia Cai). Ini untuk 'membersihkan' perut setelah hampir dua minggu memakan berbagai macam makanan.
Mengkonsumsi sayuran juga berlaku bagi masyarakat Suku Hokkian yang bukan vegetarian. Mengkonsumsi sayuran dalam tradisi tersebut berguna untuk menjaga kesehatan.
12. Hari Ke-14.
Masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya memanfaatkan hari ke-14 untuk mempersiapkan diri dalam merayakan Cap Go Meh. Mereka kembali membersihkan rumah.
13. Hari Ke-15
Hari ke-15 merupakan malam bulan purnama yang pertama setelah Imlek. Dengan demikian, istilah yang digunakan yaitu Yuan Xiao Jie (malam pertama bulan purnama) atau Cap Go Meh (Dialek Hokkian).
Masyarakat Tionghoa Surabaya pada umumnya biasanya Makan malam bersama. Mereka akan mengkonsumsi tang yuan, bola nasi ketan yang telah diisi dengan pasta wijen.
Tang yuan simbol dari bulan purnama dan kebersamaan. Masyarakat juga akan merayakan imlek dengan festival lentera di hari ke-15.[ss]