WahanaNews-Surabaya | Di balik megahnya Kota Surabaya, ada sebuah kampung yang bisa dikatakan kondisinya memprihatinkan. Mereka berkumpul dalam satu permukiman yang letaknya di kolong jembatan tol.
Kampung 1001 Malam, demikian orang biasa menyebutnya. Kampung itu terletak di Jalan Lasem Barat, Dupak, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Jawa Timur. Disebut Kampung 1001 Malam karena kurangnya pencahayaan di kolong jembatan tol. Tidak peduli pagi atau malam, nuansanya gelap.
Baca Juga:
Sahroni Desak Polisi Usut Temuan PPATK Dugaan Aktivitas Keuangan Ilegal Ivan Sugianto
Warga kolong jembatan itu bertahan hidup melalui bilik-bilik kecil yang hanya dibatasi dengan kayu triplek di setiap biliknya. Dengan penerangan dan ventilasi yang sangat minim, menjadikan udara di sana tidak bisa bersirkulasi dengan bebas. Suasana di sana terasa lembab dan selalu gelap.
Kampung yang dihuni 146 kepala keluarga (KK) ini dikenal sebagai daerah terisolir karena akses masuk yang cukup sulit. Kampung ini pernah mendapatkan kesan buruk dahulunya. Wajar karena kampung itu kerap dikenal sebagai sarang penyamun, penjahat, bajing loncat, serta orang-orang yang tersingkir dari kerasnya kehidupan kota.
Seiring banyaknya warga yang menghuni kampung ini sejak 1999, kesan buruk itu perlahan memudar. Warga yang tinggal di kawasan ini mayoritas bekerja sebagai pemulung, pengemis, pengamen, kuli bangunan, tukang becak dan buruh kasar.
Baca Juga:
Politikus Partai Nasdem Temui Ivan Sugianto Pelaku Pengintimidasi Anak Sekolah
Kehidupan dengan segala keterbatasan ini perlahan mulai membaik. Bahkan, kampung ini belakangan banyak dijadikan lokasi penelitian, sosialisasi, dan segala kegiatan bermanfaat lainnya. Dengan segala kegiatan positif ini menjadikan hubungan antar-warga semakin hangat dalam kebersamaan.
Relokasi
Namun demikian, Pemerintah Kota Surabaya mempunyai pertimbangan lain. Selain karena ingin menghilangkan kesan kumuh di bawah jembatan tol, pemkot juga ingin membangun rumah pompa di kawasan kampung tersebut guna mengatasi banjir maupun genangan air di kawasan Krembangan dan sekitarnya.
Oleh karena itu, harus dilakukan pengosongan bangunan liar di bawah jembatan tol dan Kampung 1001 Malam itu mulai Senin (17/10) hingga saat ini. Puluhan bangunan liar bawah flyover tol Dupak dibongkar oleh petugas Satpol PP.
Selama pembongkaran berlangsung, warga hanya bisa pasrah. Seperti yang dialami, Noviasari. Hampir 30 tahun, dia tinggal di bawah kolong jembatan tol. Dia mengakui, apa yang dilakukannya itu salah. Namun, keterbatasan ekonomi membuatnya tidak bisa berbuat banyak.
Proses pembongkaran berjalan lancar. Tidak ada aksi protes oleh warga setempat. Mereka justru membantu dalam pengemasan serta mengeluarkan barang dari rumah.
Untuk memastikan pembongkaran berjalan lancar, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melakukan pengecekan langsung ke lokasi. Wali kota meminta agar warga yang telah lama tinggal di kawasan ini juga dipindahkan ke rumah susun sewa sederhana (Rusunawa) Sumur Welut.
Bagi warga yang ber-KTP Surabaya, bukan sekadar dipindahkan ke rusun, tapi juga sediakan pekerjaan oleh Pemkot Surabaya. Sedangkan warga non-KTP Surabaya akan dipindahkan ke rusun yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
Wali kota Eri berharap, setelah warga yang ber-KTP Surabaya dipindah ke rusunawa, hidupnya semakin sejahtera. Selain itu, kemiskinan yang masuk desil 1 di Surabaya berkurang dan pendapatannya diharapkan bisa meningkat.
Sesuai rencana, pemindahan warga yang tinggal di kawasan tersebut akan dilaksanakan pada Rabu (19/10) secara bertahap. Sedangkan yang dipindahkan terlebih dahulu adalah warga yang tinggal di bawah kolong jembatan tol.
Bukan hanya itu saja, Pemkot Surabaya juga akan memindahkan sekolah anak-anak warga di kawasan tersebut. Sekaligus juga memberikan kepastian administrasi kependudukannya warga yang dipindah.
Warga yang dipindahkan dari kawasan tersebut akan diberi pelatihan dan pekerjaan mulai dari menjahit, pertukangan, membuat paving dan sebagainya.
Meski demikian, ada dilema tersendiri bagi warga Kampung 1001 Malam kalau harus pindah tempat tinggal ke Rusunaswa Sumur Welut. Bagi warga, tentu perpindahan tersebut bukan hal mudah. Maklum, warga tinggal di kolong jembatan tol itu sejak puluhan tahun silam.
Karena itu, mereka kini harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Titin, salah satunya. Dia kini sudah berusia 51 tahun. Dia lahir di kawasan itu. Bahkan kini sudah memiliki dua cucu yang belajar di sekolah dasar. Dia sadar bahwa Kampung 1001 Malam jauh dari kata layak. Atap rumah berupa jembatan.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya Anna Fajriatin menyebutkan, warga yang berada di bawah kolong jembatan tol ada 16 KK, sedangkan di Kampung 1001 Malam ada 146 KK. Untuk sementara waktu, 16 warga yang sebelumnya tinggal di bawah kolong jembatan tol ditampung terlebih dahulu di Kantor Kecamatan Lakarsantri. Rusunawa yang akan ditinggali sebagian masih dibersihkan.
Mayoritas yang tinggal di kawasan itu adalah warga Surabaya. Untuk administrasinya, saat ini juga sedang diproses oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil). Begitu pula dengan pemindahan sekolah anak, juga sedang diproses dari Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya.
Kemiskinan
Pengosongan bangunan liar di Kampung 1001 Malam merupakan upaya Pemkot Surabaya meminimalisasi kemiskinan di Surabaya. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), ada 23.532 warga yang berdomisili atau tinggal di Kota Surabaya masuk dalam data kemiskinan ekstrem.
Hal itu menjadi perhatian serius pemerintah kota setempat. Atas dasar itu, Wali Kota meminta jajarannya melakukan verifikasi dan pencocokan (kroscek) atas data dari pemerintah pusat yang menyebut 23.523 warga Kota Pahlawan, Jatim, masuk data kemiskinan ekstrem.
Sekarang ini, pemkot tengah melakukan verifikasi sekaligus pencocokan data kemiskinan ekstrem dengan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Hasil dari kroscek itu selanjutnya akan disampaikan untuk update data ke pemerintah pusat.
Data setiap rumah yang masuk kategori miskin atau tidak, sudah ada fotonya, sudah ada kondisi rumahnya, sudah ada pengeluarannya. Sehingga warga yang masuk kategori miskin bisa dilihat pendapatannya sekitar Rp600 ribu. Namun untuk Surabaya, dinaikkan hingga Rp1,5 juta.
Pemkot Surabaya akan terus peduli terhadap upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Salah satu upaya yang kini digalakkan adalah melalui program padat karya berupa pembuatan paving, cuci mobil dan lainnya. Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan warga Kota Surabaya semakin sejahtera. [afs]