WahanaNews-Surabaya | Rabu (22/12), ratusan buruh asal Jatim yang merupakan anggota dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim kembali menggelar aksi demonstrasi. Kali ini, buruh melakukan demonstrasi di Kantor DPRD Jatim.
Buruh yang hadir berkisar 300-400 orang. Mereka silih berganti menyampaikan tuntutannya melalui mobil komando. Tuntutan buruh masih sama, salah satunya menolak upah murah dan ingin UMP Jatim Tahun 2022 direvisi.
Ketua FSPMI Jatim Jazuli mengatakan, dasar hukum buruh menolak UMP Jatim tahun 2022 ialah putusan Mahkamah Konstitusi nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Di mana keputusan itu menyatakan UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Namun dalam prakteknya pemerintah masih tetap menggunakan UU Ciptaker dalam memutuskan kebijakan, khususnya terkait kebijakan upah minimum," ujar Jazuli.
"Kita ingin Pemprov Jatim patuh terhadap Putusan MK tersebut, kami juga meminta kepada DPRD Jatim melaksanakan fungsi pengawasan untuk mengontrol pelaksanaan peraturan undang-undang dan kebijakan dari Pemprov," sambungnya.
Selain itu, Jazuli mengungkapkan, ratusan buruh yang berdemonstrasi meminta Gubernur Khofifah Indar Parawansa agar merevisi penetapan UMP Jatim tahun 2022 yang sudah dituangkan dalam Kepgub Jatim nomor 188/783/KPTS/013/2021 pada 20 November lalu.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Kami minta Ibu Gubernur melakukan pembahasan ulang UMP Jawa Timur tanpa menggunakan PP nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan," imbuhnya.
Demonstran juga meminta Gubernur untuk merevisi Kepgub Jatim terkait penetapan UMK di 38 Kabupaten/Kota. Buruh meminta kenaikan UMK di seluruh kabupaten/kota naik sebesar 7,05 persen.
"Kami juga mendesak Pengadilan Tinggi Surabaya agar membuat surat edaran yang ditujukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat agar hakim dalam memeriksa dan memutus perkara perselisihan hubungan industrial tidak menggunakan acuan UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta aturan turunannya," tandasnya.