WahanaNews-Surabaya | Jalan Tunjungan menjadi jantung kota sekaligus ikon Surabaya. Kini, Jalan Tunjungan juga menjadi salah satu destinasi wisata berbasis heritage di Surabaya karena ada beragam bangunan bersejarah di sana. Seperti apa sejarahnya?
Jalan yang membentang arah utara selatan itu memang sarat sejarah. Dulunya, kawasan tersebut bernama Petoenjoengan. Hal itu dijelaskan oleh Pengamat Sejarah Surabaya Kuncarsono Prasetya.
Baca Juga:
Sahroni Desak Polisi Usut Temuan PPATK Dugaan Aktivitas Keuangan Ilegal Ivan Sugianto
Petoenjoengan dulunya adalah koridor penghubung antara Kota Lama (Kota Indisch-1870/1900) dan Kota Baru (Kota Gemeente-1905/1940). Jalan tersebut tumbuh dan berkembang sebagai shopping-street dengan shopping arcade (pusat perbelanjaan).
"Jalan Tunjungan menjadi kawasan komersial sejak kawasan perumahan pertama kali dibangun di Surabaya. Yakni pada tahun 1899 di daerah Simpang (saat ini kawasan Bambu Runcing, Jalan Panglima Sudirman)," kata pria yang akrab disapa Kuncar itu saat dihubungi detikJatim, Minggu (31/7/2022).
Jalan Tunjungan menjadi pusat perdagangan sejak tahun 1888 karena dilalui jalur lintasan trem. Yakni rute Krian-Wonokromo-Jembatan Merah.
Baca Juga:
Politikus Partai Nasdem Temui Ivan Sugianto Pelaku Pengintimidasi Anak Sekolah
Hotel hingga Pusat Perbelanjaan di Jalan Tunjungan
Bangunan pusat perbelanjaan yang dibangun pertama kali di Jalan Tunjungan adalah Siola. Dulunya, toko serba ada (toserba) ini bernama White Away Laidlaw dengan gedung berwarna putih. Kemudian tahun 1920an menjadi toserba produk Jepang, Chiyoda.
"Saat itu, Siola menjadi toko terbesar di zaman Hindia Belanda. Di sana menjual berbagai macam produk, mulai dari peralatan dapur, garmen, sampai kebutuhan sehari-hari," papar dia.
Menurut Kuncar, ketika Siola telah berdiri, muncul toserba lainnya di bagian selatan bernama Toko Kwan (Sekarang menjadi monumen pers). Toko yang kemudian berubah nama menjadi Toko Nam ini eksis tahun 1930an.
"Pada tahun 1950an juga muncul Toko Metro, yang sekarang menjadi Hotel Swiss Belinn," jelas Kuncar.
Sementara itu, hotel pertama di Jalan Tunjungan adalah Hotel Majapahit, yang dulunya bernama Hotel Oranye.
"Di situ semakin menjadi pusat bisnis karena ada pusat mobil dan motor impor. Bisa dibilang kawasan elit, ada hotel dan toserba," kata Kuncar.
Jalan Tunjungan sebagai Pusat Gaya Hidup Surabaya
Kuncar mengatakan bahwa Jalan Tunjungan dulu merupakan pusat gaya hidup atau lifestyle di Surabaya. Tepatnya sebelum Jalan Tunjungan 'mati' pada tahun 1990an.
"Tahun 90an mati karena gaya hidup berubah, masyarakat banyak memilih jalan-jalannya ke mal. Sebelum kenal mal, masyarakat dulu gaya hidupnya shopping-street dengan shopping arcade (berbelanja di pusat perbelanjaan) di Jalan Tunjungan," ujarnya.
Sekitar 4 tahun lalu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mulai menghidupkan kembali Jalan Tunjungan. Yakni dengan membongkar 'wajah' Jalan Tunjungan dan memperindahnya secara estetika.
"Sejak itu wajah Tunjungan kembali lagi dan Pemkot bikin berbagai agenda di sana. Kemudian Tunjungan dimaknai lagi, ketika tren sudah berubah. Tidak hanya ke mal, tapi juga di ruang terbuka (open space). Tunjungan juga paling dekat dan terjangkau," pungkasnya.
Kemudian, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menetapkan Tunjungan Romansa menjadi destinasi wisata pada 21 November 2021. Setiap malam, di Jalan Tunjungan akan ada penampilan kesenian, budaya, hingga UMKM.
Menurut dia, 12 objek wisata heritage yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Jalan Tunjungan juga memiliki potensi besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Surabaya. Terutama dengan adanya Tunjungan Romansa.
"Bangunan heritage itu sendiri memiliki daya tarik tersendiri, sehingga Jalan Tunjungan kerap dijadikan objek fotografi. Tunjungan Romansa juga ramai karena banyak UMKM, kedai kopi, sampai penampilan seni," pungkasnya. [afs]