WahanaNews-Madura | Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bangkalan, Madura, menetapkan dua oknum nakal yang menyalahgunakan jabatan di PT Pegadaian Syariah Unit Kecamatan Blega sebagai tersangka atas kasus transaksi fiktif sebanyak 144 kali periode 2019-2021.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bangkalan, Dedy Franky mengungkapkan, transaksi fiktif yang dilakukan kedua oknum tersebut menyebabkan kerugian negara hingga mencapai lebih dari Rp 600 juta.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
“Keduanya kami tetapkan sebagai tersangka, kemarin, Jumat (11/3/2022) sekitar pukul 15.00 WIB. Sebelumnya, dalam dua kali pemeriksaan keduanya masih berstatus saksi,” ungkap Dedy kepada wartawan melalui sambungan selulernya, Sabtu (12/3/2022).
Dua oknum nakal Pegadaian Syariah tersebut berinisial D (35) dan S (50), warga Jawa Timur.
Tersangka D menjabat sebagai Pengelola atau Kepala Unit, sedangkan S adalah Pengelola Agunan yang memegang kunci brankas.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
“Kedua oknum tersebut diduga telah bekerjasama atau melakukan pembiaran, D adalah atasan si S,” jelas Dedy.
Terbongkar ulah D dan S itu setelah pihak PT Pegadaian melakukan pengawasan atau pengecekan rutin ke seluruh cabang dan unit pada Desember 2021.
Audit internal tersebut mendapati sejumlah kejanggalan, ada 8 transaksi diketahui menggunakan agunan emas palsu.
Temuan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh PT Pegadaian dengan melakukan audit secara mendalam dan menyeluruh terhadap seluruh emas dalam brankas tempat penyimpanan agunan.
“Ternyata ditemukan 144 transaksi kredit menggunakan agunan emas palsu. Setelah itu PT Pegadaian Syariah Cabang Blega melaporkan kepada kami pada Februari 2022. Kami tindaklanjuti dengan melakukan telaah dan membentuk tim,” ujar Dedy.
Pemanggilan terhadap sejumlah saksi termasuk D dan S mulai dilakukan Kejari Kabupaten Bangkalan. Dari situlah terkuak modus 114 kali transaksi fiktif hingga merugikan negara mencapai Rp 600 juta.
Dedy memaparkan, aksi D selaku Kepala Unit dan S selaku Pengelola Agunan sekaligus pemegang kunci brankas diawali dengan menggunakan nasabah dan agunan emas asli.
Keesokan harinya, agunan tersebut kemudian digadaikan lagi tetapi menggunakan KTP-KTP orang lain tanpa sepengetahuan para pemilik KTP.
“Dia setujui dan dicairkan, kemudian emas kembali dimasukkan dalam brankas. Kemudian dia lakukan lagi dengan mengambil emas asli dan diganti dengan emas palsu untuk pengajuan kredit dengan KTP orang lain. Itu dilakukan berulang hingga 144 kali transaksi sejak 2019 hingga 2021,” pungkasnya. [rda]