WahanaNews-Madura | Sama seperti suku lainnya, masyarakat Pulau Madura juga memiliki cara unik dalam mencari jodoh.
Prosesnya panjang serta dipenuhi kegiatan-kegiatan layaknya detektif.
Baca Juga:
Diduga Oknum Ketua DPD (LSM) Membekingi Judi Mesin Tembak Ikan di Bagan Siapi-api, Kecamatan Bangko
Berdasarkan buku Mengenal Selintas tentang Budaya Madura (2005) karya A. Sulaiman Sadik, pihak orang tua biasanya terlibat dalam proses ini.
Mereka akan mencari informasi rekam jejak calon menantunya yang akan bersanding dengan sang putra di pelaminan.
Penyelidikan digelar untuk mengantisipasi peristiwa yang tak diinginkan. Bahkan jangan sampai sang calon menantu memiliki kehidupan yang tidak pantas.
Baca Juga:
Ketua KPU Jakarta Barat Ingatkan Dokumen Yang Perlu Dibawa ke TPS Pilkada 2024
Proses Nyalabar
Setelah informasi berhasil dikantongi dan dinyatakan bersih, proses "nyalabar" pun dilakukan. Orang tua calon mempelai laki-laki akan mengutus orang untuk menanyakan kepada perempuan sasaran.
Utusan itu akan bertanya apakah perempuan itu mau disunting oleh calon suaminya. Kalau gadis sasaran belum menikah, maka utusan itu akan menyampaikan niat calon pengantin laki-laki.
Akan tetapi, jawaban sang gadis akan mengabari jawaban di kemudian hari. Pihak keluarga gadis itu terlebih dulu bermusyawarah untuk menentukan jawaban.
Seperti yang dilakukan orang tua sang laki-laki, pihak keluarga perempuan juga akan mengamati calon menantunya orang baik atau tidak.
Apabila hasil pengamatan sesuai harapan, mereka juga akan mengutus orang untuk mengabarkan pinangan sang laki-laki diterima.
Nale'e Paghar, Mancet Oca
Prosesi dilanjutkan dengan "nale'e paghar" yang berarti mengikat pagar dengan tali.
Pihak laki-laki akan mengirim utusan kembali untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada sang gadis dan keluarganya.
Proses kemudian berlanjut ke "mancet oca" atau mengukuhkan perjanjian. Sang pesuruh akan menyampaikan ke gadis itu terkait lamaran yang segera dilakukan.
Lamaran pun tiba. Pihak keluarga laki-laki lalu datang ke rumah sang gadis untuk melangsungkan prosesi lamaran.
Kue Jhajhan Praban, Dolban, dan Geddhang Susu
"Jhajhan Praban" atau kue perawan pun dibawa berikut pakaian, minyak wangi, sapu tangan, sandal, bedak, dan lain sebagainya sesuai kebutuhan perempuan untuk berhias. Tak hanya itu, pihak laki-laki juga menyiapkan sirih pinang dan sesisir pisang.
Adapun jhajhan praban terbuat dari tepung gandum atau terigu, berbentuk membulat dengan diameter 40 cm. Jumlah kue yang dibawa hanya sebuah dan dinamakan “dolban”.
Sementara, jenis pisang yang dibawa saat lamaran pun memiliki makna tersendiri.
Jika calon mempelai laki-laki membawa "Geddhang susu" atau pisang susu, artinya jeda pernikahan sebentar lagi. Selain itu, tanggal pernikahan masih panjang.
Saserra'an
Selanjutnya, kedua pihak calon mempelai akan menentukan hari pernikahan.
Pihak laki-laki bakal mengutus orang lain terdiri dari para sesepuh untuk menyampaikan hari pernikahan serta membawa sumbangan.
Sumbangan berupa biaya itu akan diberikan kepada pihak perempuan yang dinamakan "saserra'an" atau penyerahan biaya.
Akad Nikah
Hari pernikahan pun tiba. Seluruh keluarga dan kerabat diundang untuk meramaikan acara.
Setelah acara usai, para sesepuh lantas mengantar mempelai laki-laki menuju kamar pengantin perempuan.
Di sana, mempelai laki-laki akan melakukan "ngosap bun-embunanna se bine" atau usap ubun-ubun istrinya sambil melontarkan kalimat "ba'na tang bind, sengko' lukena ba'na" yang berarti kamu istriku, aku suamimu.(jef)