WahanaNews-Madura | Suku Madura yang menduduki peringkat ketiga dengan populasi terbanyak di Indonesia setelah Jawa dan Sunda itu, identitas dirinya kini makin tidak dikenali karena cenderung memilih alternatif "eskapistik " (lari) dalam interaksi sosialnya di perantauan.
Artinya, mereka sendiri menolak atau "melucuti" ciri atau karakteristik etnik yang melekat pada diri mereka.
Baca Juga:
Pendiri NII Ken Setiawan Ingatkan Potensi Konflik Kelompok Habib Syiah Vs Salafi Wahabi di Indonesia
Karakteristik orang Madura yang dibentuk oleh kondisi geografis dan topografis Pulau Madura pada dasarnya lekat dengan budaya masyarakat hidraulis (air).
Dan akibat kondisi lahan yang tandus tersebut maka orang Madura lebih banyak menggantungkan hidup pada laut sehingga mereka pun berpola kehidupan bahari yang penuh tantangan.
Inilah yang kemudian melahirkan perilaku sosial yang bercirikan keberanian tinggi, menjunjung tinggi martabat dan harga diri, berjiwa keras, dan ulet dalam hidup.
Baca Juga:
40 Persen Capim KPK Lolos Tes Tulis Berlatar Aparat Hukum, ICW Curiga
Tak mengherankan jika dalam sikap dan perilaku sosial mereka itu tumbuh harga diri yang kadang-kadang berlebihan dan mengundang munculnya konflik.
Oleh karena itu, tindak kekerasan seolah-olah juga lekat dengan pribadi orang Madura.
Suku Madura memiliki tradisi unik yang perlu dilestarikan. Apa saja itu, berikut ulasan lengkapnya:
1. Toktok (Aduan Sapi)
Tradisi Toktok merupakan sebuah kompetisi aduan sapi suku Madura yang mana terjadi saling seruduk antara dua sapi yang berhadapan.
Sapi yang diadu biasanya adalah sapi jantan. Kedua sapi akan beradu kekuatan hingga salah satu sapi kalah, menyerah, dan bahkan lari dari lawannya.
Aduan Toktok khas Madura ini harus didampingi oleh orang yang ahli.
Tidak boleh sembarang orang bisa menjadi wasit Toktok, jika bukan ahlinya, dapat menambah resiko dan membahayakan orang di sekitar bahkan berakibat fatal oleh amukan sapi yang tidak bisa dikendalikan.
2. Karapan Sapi
Karapan Sapi adalah tradisi masyarakat suku Madura yang biasanya digelar setiap tahun pada bulan Agustus atau September, dan akan dilombakan lagi pada final di akhir bulan September atau Oktober.
Dalam tradisi Karapan Sapi khas Madura terdapat seorang joki dan 2 ekor sapi yang beradu kecepatan berlari untuk sampai ke garis finis.
Joki tersebut berdiri di atas kereta kayu dan mengendalikan arah lari sapi. Panjang lintasan karapan sapi ini kurang lebih 100 meter dan berlangsung dalam waktu 10 detik sampai 1 menit.
3. Tradisi Rokat
Di Masyarakat Madura, upacara Rokat atau petik laut juga sering disebut dengan Rokat Tase.
Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur atas karunia serta nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, tradisi ini juga dipercaya dapat memberikan keselamatan serta kelancaran rezeki.
Tradisi Rokat, biasanya dimulai dengan acara pembacaan istighosah dan tahlil bersama masyarakat yang dipimpin oleh pemuka agama setempat.
Setelah itu, masyarakat Madura menghanyutkan sesaji ke laut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Isi dari sesaji itu adalah ketan-ketan yang berwarna-warni, tumpeng, ikan-ikan, dan lain sebagainya.
4. Ritual Ojung
Ritual Ojung adalah sejenis permainan yang melibatkan dua orang laki-laki untuk beradu fisik dengan dilengkapi media rotan yang panjangnya sekitar 1 meter sebagai alat memukul.
Ritual ini biasanya diselenggarakan oleh orang Madura untuk memohon hujan dan agar terhindar dari malapetaka akibat kekeringan musim kemarau.
Ritual Ojung khas Madura ini biasanya diiringi dengan musik yang terdiri dari 3 buah dung-dung (akar pohon siwalan) yang dilubangi di tengahnya sehingga bunyinya seperti bas, dan kerca.
Iringan musik ini jarang dijumpai di daerah lain.
5. Upacara Nadar
Tradisi adat Nadar alias Nyadar merupakan upacara adat yang digelar tiga kali dalam setiap tahun oleh warga Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget, Madura.
Tradisi ini berlangsung meriah dan menyimpan banyak cerita leluhur warga setempat.
Upacara ini biasanya dilaksanakan pada pukul 4 sore. Masyarakat Madura setempat datang berduyun-duyun menuju makam di mana leluhurnya dikuburkan dengan membawa perlengkapan upacara.
Upacara ini diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari upacara tabur bunga di makam leluhur hingga pembacaan doa yang dipimpin oleh pemuka adat.
Pada malam harinya, peserta upacara diwajibkan untuk menginap di sekitar makam baik dengan mendirikan tenda-tenda maupun menginap di rumah warga Madura yang berada di sekitar makam.
Peserta akan memasak berbagai jenis makanan yang dibutuhkan untuk upacara selamatan esok harinya.
Makanan yang dimasak biasanya berupa nasi, lauk ayam, telur, dan bandeng.
Setelah upacara selesai, sisa makanan dapat dibawa pulang dan dibagikan kepada kerabat yang tidak mampu atau tidak bisa hadir saat upacara. [jat]